Bakterimerupakan salah satu jenis organisme yang tidak mempunyai inti sel selayaknya organisme lainnya. Ia masuk ke dalam kelompok prokariota dengan ukuran yang sangat kecil . bakteri juga dapat memberikan manfaat dibidang kesehatan dan kedokteran . Dalam bidang kedokteran dihasilkan obat-obatan dan produk kimia bermanfaat yang disintesis Pasien Cerdas, Bijak Gunakan AntibiotikDipublikasikan Pada Selasa, 19 April 2016 000000, Dibaca KaliJakarta, 19 April 2016,Antibiotika adalah obat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sebagai salah satu jenis obat umum, antibiotika banyak beredar di masyarakat. Hanya saja, masih ditemukan perilaku yang salah dalam penggunaan antibiotika yang menjadi risiko terjadinya resistensi antibiotik, diantaranya peresepan antibiotik secara berlebihan oleh tenaga kesehatan; adanya anggapan yang salah di masyarakat bahwa antibiotik merupakan obat dari segala penyakit; dan lalai dalam menghabiskan atau menyelesaikan treatment pemberitaan yang mengemuka mengenai resistensi antibiotika, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, drg. Oscar Primadi, MPH, mengajak masyarakat untuk bijak dalam mengonsumsi tidak boleh membeli antibiotik sendiri tanpa ada resep dari dokter. Apabila sakit harus berobat di fasilitas pelayanan kesehatan. Antobiotik harus diminum sampai tuntas dan teratur sesuai anjuran dokter, tegas drg. Oscar di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Selasa sore 19/4.Lebih lanjut dijelaskan oleh penanggung jawab resistensi antimikroba WHO Indonesia, dr. Dewi Indriani, resistensi antibiotik terjadi saat reaksi bakteri terhadap antibiotika tidak sebagaimana harusnya, sehingga antibiotika tidak ampuh mengkhawatirkan terjadinya era post antibiotic, dimana penyakit sederhanya yang sebenarnya bisa disembuhkan antibiotik malah jadi berbahaya, jelas dr. Dewi dalam kegiatan media briefing bertajuk One Heath Approach Strategi Kurangi Maraknya Bakteri Kebal Antibiotik yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta, selasa pagi 19/4.Jika masalah resistensi antibiotika tidak segera ditangani, para pakar memperkirakan bahwa pada tahun 2050, lebih kurang 10 juta orang di dunia meninggal karena resistensi antibiotika mengakibatkan biaya kesehatan menjadi lebih tinggi karena penyakit lebih sulit diobati; butuhkan waktu perawatan yang lebih lama; dan membawa risiko kematian yang lebih besar, tambah dr. itu, anggota Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba KPRA yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. dr Kuntaman, MS., mengatakan bahwa masyarakat harus memahami, demam memang tanda adanya infeksi di dalam tubuh. Namun, tidak semua infeksi disebabkan oleh bakteri, sehingga tidak semua infeksi membutuhkan pasien patah tulang karena kecelakaan, demam panas badannya., terapinya analgesik dan antipirektik, bukan antibiotik. Contoh lain, bakteri E-coli di tubuh kita dalam jumlah tertentu bermanfaat, namun bila jumlahnya terlalu banyak menyebabkan diare. Jika benar karena itu, boleh gunakan antibiotik, meskipun sebenarnya diare ada yang butuh antibiotik ada juga yang tidak, tutur Prof. banyak diketahui bahwa sebenarnya sifat resisten pada bakteri awalnya tidak merugikan, justru merupakan penyeimbang kehidupan. Namun, perilaku penggunaan antibiotika secara berlebihan mengakibatkan sifat resisten yang semula menguntungkan manusia justru berbalik menjadi atau bakteri baik yang ada di dalam tubuh kita, berfungsi sebagai vaksin alami. Namun, resistensi antibiotika menyebabkan proteksi tubuh melemah, sehingga bakteri yang seharusnya menjadi sahabat justru menjadi sumber penyakit. Ini dinamakan infeksi opportunistic, terang Prof. kegiatan tersbeut, Prof. Kuntaman menyatakan bahwa dibutuhkan perubahan mindset masyarakat dan tenaga kesehatan agar tidak sembarangan gunakan antibiotika. Selain itu, dikemukakan bahwa hasil berbagai riset terkait resistensi antimikroba yang tengah dilakukan menjadi dasar bagi KPRA untuk mengajukan pedoman kepada pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan penggunaan antibiotika secara bijak serta membuat peraturan terkait pembatasan penggunaaan antibiotika di tersebut antara lain mencakup pelarangan apotek untuk menjual antibiotika tanpa resep dan membatasi masyarakat untuk menggunakan obat-obatan tanpa resep dokter, tandas Prof. antibiotika menjadi fokus dunia, berkaitan dengan hal tersebut, tiga hari yang lalu 16/3, para Menteri Kesehatan yang berasal dari 12 negara Asia Pasifik dalam pertemuan Tokyo Meeting of Health Ministers on Antimicrobial Resistance in Asia, bersepakat untuk pengendalian Resistensi Antibiotika atau Anti Microbial Resistance AMR secara terpadu dan kolaboratif. Masalah resistensi antibiotika ini berkembang menjadi ancaman serius terhadap keamanan global, ketahanan pangan, serta tantangan pembangunan berkelanjutan dengan dampak yang signifikan terhadap stabilitas hanya mengancam manusia, resistensi antibiotika juga mengancam hewan dan tanaman. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan one health yang melibatkan sektor kesehatan, pertanian termasuk peternakan dan kesehatan hewan, serta ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline kode lokal 1500-567,SMS 081281562620, faksimili 021 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
BukuPanduan-Praktik-Klinis-Bagi-Dokter-di-Fasilitas-Pelayanan-Kesehatan-Primer.edit-min.pdf. by Mas Muliadi. Download Free PDF Download PDF Download Free PDF View PDF. Dr irfan file. by Fatma Wati. Download Free PDF Download PDF Download Free PDF View PDF. MENKES 514 2015 ttg Panduan Praktik Klinis Dokter FASYANKES 1.compressed edit.
ArticlePDF Available AbstractLatar belakang Penggunaan antibiotika sebagai terapi dasar dalam penyakit infeksi harus dilakukan secara bijak dan rasional. Penggunaan antibiotika yang rasional adalah penggunaan antibiotika yang tepat dalam hal diagnosis, indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis obat, cara pemberian, interval waktu pemberian, lama pemberian, penilaian kondisi pasien, serta waspada terhadap efek samping. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan peningkatan biaya pengobatan, risiko terjadinya efek samping obat, dan juga resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta. Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang bersifat retrospektif, datanya diambil dari 60 rekam medis yang memuat pemberian resep antibiotika pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta periode Juni-Juli 2019. Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan kriteria Gyssens dkk. Hasil Penggunaan antibiotika pada penelitian ini yang rasional sebesar 68,3%, sedangkan yang tidak rasional terdiri dari 15% disebabkan oleh adanya antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih aman, 10% disebabkan oleh adanya antibiotika lain yang lebih efektif dan 6,7% disebabkan oleh penggunaan antibiotika tanpa indikasi. Kesimpulan Penggunaan antibiotika yang rasional pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta sebesar 68,3%. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Ilmiah dan TeknologiKedokteran GigiFKG UPDM BISSN 1693-3079eISSN 2621-8356RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN POLI GIGI SALAH SATU RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI JAKARTAPinka Taher*, Poetry Oktanauli*, Siti Riskia Anggraini***Departemen Oral Biologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, Jakarta**Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, JakartaKorespondensi Pinka Taher, belakang penggunaan antibiotika sebagai terapi dasar dalam penyakit infeksi harus dilakukan secara bijak dan rasional. Penggunaan antibiotika yang rasional adalah penggunaan antibiotika yang tepat dalam hal diagnosis, indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis obat, cara pemberian, interval waktu pemberian, lama pemberian, penilaian kondisi pasien, serta waspada terhadap efek samping. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan peningkatan biaya pengobatan, risiko terjadinya efek samping obat, dan juga resistensi antibiotika. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta. Metode penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang bersifat retrospektif, datanya diambil dari 60 rekam medis yang memuat pemberian resep antibiotika pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta periode Juni-Juli 2019. Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan kriteria Gyssens dkk. Hasil penggunaan antibiotika pada penelitian ini yang rasional sebesar 68,3%, sedangkan yang tidak rasional terdiri dari 15% disebabkan oleh adanya antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih aman, 10% disebabkan oleh adanya antibiotika lain yang lebih efektif dan 6,7% disebabkan oleh penggunaan antibiotika tanpa indikasi. Kesimpulan penggunaan antibiotika yang rasional pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta sebesar 68,3%.Kata kunci antibiotika, rasional, Gyssens ABSTRACTBackground The use of antibiotics as a basic therapy in infectious diseases must be done wisely and rationally. The rational use of antibiotics is the correct use of antibiotics in terms of diagnosis, disease indication, drug selection, drug dosage, method of administration, time interval of administration, duration of administration, assessment of the patient’s condition, and awareness of side eects. The irrational use of antibiotics will lead to increased medical costs, the risk of drug side eects, and also antibiotic resistance. Purpose This study aims to determine the rationality of antibiotics usage in the dental clinic’s patients of a teaching hospital in Jakarta. Method This study was a retrospective descriptive observational, in which data were taken from 60 medical records containing prescription of antibiotics for patients in the dental clinic of a teaching hospital in Jakarta for the period June-July 2019. The data obtained were then analyzed using Gyssens et all criteria. Results In this study, the rational use of antibiotics was while the irrational use of antibiotics consisted of 15% due to the presence of other antibiotics that were less toxic or safer, 10% due to the presence of other antibiotics that were more eective and caused by the use of antibiotics without indication. Conclusion The rationality of antibiotics usage in dental clinic’s patients of a teaching hospital in Jakarta is antibiotics, rational, Gyssens PENDAHULUANAntibiotika merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi. Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jaringan keras maupun jaringan lunak dalam rongga mulut. Penggunaan antibiotika haruslah dilakukan secara cermat dan rasional. Hal ini disebabkan penggunaan obat yang tidak cermat JITEKGI 2020, 16 2 51-56diterbitkan di Jakarta 52 Pinka Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDMBNovember 2020dan rasional dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi pasien dan masyarakat, antara lain peningkatan biaya pengobatan, risiko terjadinya efak samping bahkan toksisitas obat, dan juga terjadinya resistensi Penggunaan antibiotika yang rasional harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain 1 berdasarkan diagnosis yang tepat, 2 sesuai indikasi penggunaan obat, 3 tepat dalam pemilihan obat, dosis obat, pemilihan rute pemberian obat, penentuan interval waktu dan lama pemberian obat, 4 berdasarkan penilaian kondisi pasien secara individual, dan 5 waspada terhadap risiko terjadinya efek samping Penggunaan antibiotika tidak rasional yang sering terjadi adalah penggunaan antibiotika untuk penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika, penggunaan hanya satu golongan antibiotika untuk infeksi polimikrobial yang disebabkan oleh kuman aerob dan anaerob, pemberian dosis yang tidak adekuat dan penggunaan antibiotika yang tidak memperhatikan kondisi pasien sehingga meningkatkan risiko toksisitas penelitian yang dilakukan di negara maju dan berkembang menunjukkan bahwa lebih dari separuh penggunaan antibiotika di dunia dilakukan secara tidak rasional. The Center for Disease Control and Prevention di Amerika menyebutkan bahwa ditemukan 50 juta pemberian resep antibiotika yang tidak rasional dari 150 juta pemberian resep antibiotika setiap Demikian juga dengan penggunaan antibiotika di Indonesia, pemberian resep antibiotika yang tidak rasional ditemukan di banyak rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat. Sekitar 40-62% antibiotika di Indonesia digunakan secara tidak rasional untuk kasus-kasus yang seharusnya tidak memerlukan antibiotika. Penilaian penggunaan antibiotika secara rasional di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Karyadi Semarang yang mewakili rumah sakit pendidikan di Indonesia, menunjukkan bahwa 30-80% penggunaan antibiotika tidak didasarkan pada indikasi yang penjelasan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di PENELITIANPenelitian observasional deskriptif ini di-lakukan secara retrospektif terhadap data rekam medis yang memuat pemberian resep antibiotika untuk pasien poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta. Sampel penelitian diambil dengan metode total sampling, sehingga didapatkan sampel sebanyak jumlah keseluruhan pasien yang menerima resep antibiotika periode Juni-Juli 2019. Total sampel yang diperoleh adalah 60 rekam medis, dihitung berdasarkan rumus Data sekunder yang berhasil dihimpun memuat anamnesis pasien, demogra umur, jenis kelamin, diagnosis penyakit, nama antibiotika, frekuensi, durasi dan rute atau cara pemberian antibiotika. Selanjutnya data ini dianalisis menggunakan kriteria Gyssens dkk. Kriteria Gyssens dkk merupakan suatu metode untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika yang telah digunakan secara luas di berbagai Penilaian rasionalitas penggunaan antibiotika meng-gunakan kriteria atau klasikasi Gyssens dkk terbagi dalam kategori, sebagai berikut6, 0 = penggunaan antibiotika tepat atau rasionalKategori I = penggunaan antibiotika tidak tepat waktu Kategori IIA = penggunaan antibiotika tidak tepat dosisKategori IIB = penggunaan antibiotika tidak tepat intervalKategori IIC = penggunaan antibiotika tidak tepat cara atau rute pemberianKategori IIIA = penggunaan antibiotika terlalu lamaKategori IIIB = penggunaan antibiotika terlalu singkat Kategori IVA = ada antibiotika lain yang lebih efektifKategori IVB = ada antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih amanKategori IVC = ada antibiotika lain yang lebih murah Kategori IVD = ada antibiotika lain yang lebih spesik Kategori V = penggunaan antibiotika tanpa indikasiKategori VI = rekam medis tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasiAlur penilaian rasionalitas penggunaan antibiotika berdasarkan kriteria Gyssens dkk dapat dilihat pada gambar Pinka 53Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDMBNovember 2020Penilaian rasionalitas penggunaan antibiotika menurut Gyssens dkk dimulai dari kotak paling atas, yaitu melihat lengkap tidaknya data untuk melanjutkan penilaian. Bila data tidak lengkap, penilaian berhenti di kategori VI. Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa disertai diagnosis penyakit, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan penilaian ada tidaknya indikasi pemberian antibiotika. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, penilaian berhenti di kategori V. Bila antibiotika memang merupakan indikasi, dilanjutkan dengan penilaian ketepatan pemilihan antibiotika. Bila ada pilihan Gambar 1. Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotika menurut Gyssens dkk9antibiotika lain yang lebih efektif, penilaian berhenti di kategori IVa. Bila tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif, dilanjutkan dengan penilaian ada tidaknya alternatif antibiotika lain yang kurang toksik. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, penilaian berhenti di kategori IVb. Bila tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik, dilanjutkan dengan penilaian ada tidaknya alternatif antibiotika lain yang lebih murah. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, penilaian berhenti di kategori IVc. Penilaian ini berpatokan pada daftar harga obat yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan semua antibiotika dihitung harganya sebagai obat generik. 54 Pinka Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDMBNovember 2020Bila tidak ada antibiotika lain yang lebih murah, dilanjutkan dengan penilaian ada tidaknya alternatif antibiotika lain yang spektrumnya lebih sempit. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit, penilaian berhenti di kategori IVd. Jika tidak ada antibiotika lain yang memiliki spektrum antimikroba lebih sempit, dilanjutkan dengan penilaian durasi pemberian antibiotika. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu lama, penilaian berhenti di kategori IIIa. Bila durasi pemberian antibiotika tidak terlalu lama, dilanjutkan dengan penilaian durasi pemberian antibiotika tidak terlalu singkat. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, penilaian berhenti di kategori IIIb. Bila durasi pemberian antibiotika tidak terlalu singkat, diteruskan dengan penilaian ketepatan pemberian dosis antibiotika. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, penilaian berhenti di kategori IIa. Bila dosisnya sudah tepat, dilanjutkan dengan penilaian ketepatan interval pemberian antibiotika. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, penilaian berhenti di kategori IIb. Bila intervalnya sudah tepat, dilanjutkan dengan penilaian ketepatan rute pemberian antibiotika. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, penilaian berhenti di kategori IIc. Bila rute sudah tepat, dilanjutkan ke kotak berikutnya. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI maka antibiotika tersebut merupakan kategori PENELITIANGolongan antibiotika yang terdapat dalam 60 rekam medis ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa golongan antibiotika yang paling banyak digunakan pada penelitian ini adalah penisilin yaitu 68,3%, diikuti dengan golongan linkosamid 30%. Tabel 1. Golongan AntibiotikaGolongan Antibiotika Frekuensi Persentase %Penisilin 41 68,3%Linkosamid 18 30%Sefalosporin 1 1,7%Berbagai kategori kriteria Gyssens dkk dari tiap golongan antibiotika berdasarkan diagnosis penyakit dapat dilihat pada tabel 2. Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Diagnosis Penyakit Menurut Kriteria Gyssens dkkDiagnosis-Terapi Antibiotika FrekuensiKategori0I VA IVB VGangren pulpa, +pulpa polip, +abses - Trepanasi/ Exo/PSA/medisasiPenisilin 20 20 0 0 0Linkosamid 2 0 0 2 0Sefalosporin 1 0 1 0 0Gangren radiks - ExoPenisilin 5 5 0 0 0Linkosamid 1 0 0 1 0Abses – Insisi/medisasiPenisilin 4 4 0 0 0Linkosamid 2 2 0 0 0Perikoronitis - OperkulektomiPenisilin 1 1 0 0 0Linkosamid 2 0 0 2 0Periodontitis – Scaling + root planing / medisasiPenisilin 1 0 1 0 0Linkosamid 4 0 4 0 0Pulpitis kronis - ExoPenisilin 4 4 0 0 0Linkosamid 4 0 0 4 0Hiperemi pulpa – Filling Penisilin 2 0 0 0 2Gingivitis – Scaling Penisilin 2 0 0 0 2Impaksi – OdontektomiPenisilin 2 2 0 0 0Linkosamid 3 3 0 0 0 Pinka 55Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDMBNovember 2020Tabel 3 memuat kategori kriteria Gyssens dkk dari tiap golongan antibiotika yang digunakan pada penelitian ini. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa golongan penisilin yang paling banyak digunakan secara rasional yaitu 36 dari 41 kasus 88%, sedangkan golongan linkosamid sebanyak 5 dari 18 kasus 28% dan golongan sefalosporin tidak ada yang memenuhi kategori 3. Kategori Kriteria Gyssens dkk dari Tiap Golongan AntibiotikaGolongan AntibiotikaKriteria Gyssens dkkTotal0I VA IVB VPenisilin 36 1 0 4 41Lincosamide 5 4 9 0 18Sefalosporin 0 1 0 0 1Kategori kriteria Gyssens dkk dari seluruh penggunaan antibiotika pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4 dan menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika kategori 0 penggunaan antibiotika tepat atau rasional sebanyak 68,3%, kategori IVA ada antibiotika lain yang lebih efektif sebanyak 10%, kategori IVB ada antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih aman sebanyak 15%, dan kategori V penggunaan antibiotika tanpa indikasi sebanyak 6,7%. Tabel 4. Kategori Kriteria Gyssens dkkKriteria Gyssens dkk Frekuensi Persentase%Kategori 0 41 68,3%Kategori IVA 6 10%Kategori IVB 9 15%Kategori V 4 6,7%PEMBAHASANPenggunaan antibiotika di poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta pada penelitian ini yang rasional sebesar 68,3%, dengan 88% antibiotika yang rasional adalah penisilin. Penggunaan antibiotika yang rasional adalah penggunaan antibiotika yang memenuhi beberapa kriteria, antara lain hanya diberikan untuk pasien dengan gejala Penisilin pada penelitian ini hanya diberikan untuk kasus-kasus infeksi gigi yaitu gangren pulpa, gangren radiks, perikoronitis dan gigi impaksi, sehingga memenuhi kriteria penggunaan yang rasional. Kriteria berikutnya yaitu tepat pemilihan obat, pemberian antibiotika pada kasus infeksi harus mempertimbangkan faktor jenis mikroorganisme penyebab infeksi dan kepekaan mikroorganisme tersebut terhadap antibiotika yang Infeksi odontogenik merupakan infeksi polimikrobial yang disebabkan oleh banyak spesies bakteri berbeda, baik gram positif maupun gram Golongan penisilin yang diberikan di penelitian ini adalah amoksilin. Amoksilin memiliki spektrum antimikroba luas broad spectrum yang aktif terhadap bakteri gram positif dan Jadi pemberian amoksilin pada penelitian ini adalah rasional. Kriteria berikutnya adalah tepat dosis, interval dan lama pemberian, karena pemberian dosis obat yang berlebihan dapat berisiko menimbulkan efek samping, begitupun sebaliknya pemberian dosis obat yang terlalu kecil dapat menyebabkan tidak tercapainya efek terapi yang Pada penelitian ini amoksilin digunakan dengan dosis 250-500 mg 3 kali sehari selama 3-5 hari. Hal ini sudah sesuai dengan dosis lazim Kriteria berikutnya adalah tepat cara pemberian obat, beberapa antibiotika tidak dapat diberikan secara oral karena dirusak oleh asam lambung. Pada penelitian ini amoksilin merupakan antibiotika yang tepat diberikan secara oral, karena proses absorpsinya sangat baik bahkan dapat diberikan bersama-sama dengan Kriteria berikutnya adalah tepat penilaian kondisi pasien, yaitu pemberian obat harus sesuai dengan kondisi pasien berdasarkan riwayat sistemik atau keluarga pasien. Pasien-pasien yang memiliki penyakit sistemik seperti diabetes melitus, gangguan sistem kekebalan tubuh seperti HIV, atau pasien yang mendapat terapi imunosupresan harus diberikan antibiotika yang memiliki aktivitas bakterisid. Amoksilin merupakan antibiotika yang memiliki aktivitas bakterisid sehingga dapat diberikan pada pasien-pasien dengan kondisi Kriteria berikutnya adalah waspada terhadap efek samping, dalam hal ini toksisitas golongan penisilin relatif rendah, kecuali untuk reaksi alergi. Insidensi reaksi alergi penisilin hanya 1-5%, sekalipun penisilin sendiri merupakan salah satu golongan antibiotika yang paling Penelitian juga menunjukkan bahwa 10% penggunaan antibiotika di poli gigi rumah sakit pendidikan ini termasuk dalam Kriteria Gyssens dkk kategori IVA, yang berarti penggunaan antibiotika tidak rasional karena adanya antibiotika lain yang lebih efektif. Sebagian besar kategori IVA ini berasal dari penggunaan antibiotika golongan linkosamid, yaitu klindamisin pada kasus periodontitis dan ter dapat satu penggunaan antibiotika golongan sefalosporin, yaitu cefadroxil pada kasus pencabutan. Pada kasus periodontitis, obat antibiotika yang efektif diguna-kan adalah antibiotika golongan tetrasiklin seperti Hal ini disebabkan mekanisme kerja tetrasiklin yang dapat menghambat sintesis dan pelepasan kolagenase sebagai antikolagenase dari leukosit polimorfonuklear PMNs. Enzim kolagenase ini merusak dan memecah kolagen yang ada pada jaringan periodontal gingiva, tulang, ligamen periodontal. Doksisiklin mempunyai aktivitas 56 Pinka Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDMBNovember 2020antikolagenase terbesar. Doksisiklin 20 mg diguna kan dalam penata laksanaan periodontitis kronis generalis, disertai tindakan skeling dan root planing untuk men-dapat kan perlekatan pada jaringan periodonsium dan mengurangi kedalaman Penggunaan klindamisin pada kasus periodontitis di penelitian ini tidak rasional, walaupun klindamsin merupakan antibiotika spektrum sempit yang efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan anaerob, namun tidak memiliki aktivitas antikolagenase seperti doksisiklin. Penggunaan sefalosporin pada kasus pencabutan gigi di penelitian ini tidak rasional, disebabkan sefalosporin bukan merupakan obat pilihan utama untuk infeksi gigi karena kemampuan permeabilitas yang kurang terhadap bakteri penyebab infeksi gigi. Selain itu, spektrum sefalosporin yang luas tidak membuatnya lebih unggul dibandingkan efektivitas penisilin V untuk bakteri patogen odontogenik ini juga mendapati 15% penggunaan antibiotika termasuk dalam kriteria Gyssens dkk kategori IVB, yang berarti penggunaan antibiotika tidak rasional karena ada antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih aman. Salah satu alasan penggunaan golongan penisilin sebagai pilihan antibiotika lini pertama adalah aman dari efek samping, kecuali reaksi Pada penelitian ini sebagian besar kategori IVB berasal dari pemberian resep klindamisin yang masih digunakan sebagai antibiotika lini pertama pada kasus pencabutan ringan. Salah satu faktor yang membatasi penggunaan klindamisin adalah banyaknya efek samping yang dapat disebabkan oleh obat ini, antara lain mual, muntah, diare, nyeri perut, ruam pada kulit, kolitis pseudomembranosis, Stevens Johnson Syndrome, granulositopenia konsentrasi sel darah putih yang rendah dan ini juga menunjukkan sebanyak 6,7% penggunaan antibiotika termasuk dalam kriteria Gyssens dkk kategori V, yang berarti penggunaan antibiotika tidak rasional karena penggunaan antibiotika tidak diperlukan atau tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Terdapat empat kasus yang tidak memerlukan pemberian antibiotika, namun menerima pemberian resep antibiotika. Keempat kasus tersebut adalah dua kasus hiperemi pulpa dan dua kasus gingivitis. Gingivitis memang disebabkan oleh infeksi bakteri, namun belum ada literatur yang mendukung penggunaan antibiotika sistemik pada gingivitis. Hal ini disebabkan infeksi tersebut umumnya terlokalisir pada permukaan gingiva yang kedalamannya dangkal sehingga mudah dirawat serta bersifat DAN SARANPenggunaan antibiotika di poli gigi salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta yang rasional adalah sebesar 68,3%. Sedangkan penggunaan antibiotika yang tidak rasional disebabkan oleh adanya pilihan antibiotika lain yang lebih aman sebesar 15%, pilihan antibiotika lain yang lebih efektif sebesar 10% dan penggunaan antibiotika tanpa indikasi sebesar 6,7%. DAFTAR PUSTAKA1. Suardi HN. Antibiotika dalam Dunia Kedokteran Gigi. Cakradonya Dent J. 2014; 6 2 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Center for Disease Control and Prevention. Antibiotic Resistence Threats in The United States. United States Department of Health and Human Services. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta. 2010 Sitompul F, Radji M, Bahtiar A. Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens pada Pasien Stroke Rawat Inap di RSUD Koja secara Retrospektif. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2016; 6 1 Feb Sumiwi SA. Kualitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 2014; 3 4 Indriani L dan Zunnita O. Penilaian Terhadap Rasioanalitas Penggunaan Antibiotika Pada Balita Penderita Pneumonia Puskesmas Bogor Utara. Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi. 2018; 8 2 Desember Faizah AK dan Putra ON. Evaluasi Kualitatif Terapi Antibiotik pada Pasien Pneumonia di Rumah Sakit Pendidikan Surabaya Indonesia. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2019; 62 Agustus 129-13310. Patminingsih N, Laksmitawati DR, Ramadaniati HU. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pengobatan Sepsis Neonatal Dengan Metoda Gyssens di RSAD Salak Bogor Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Indonesia. 2020; 5 7 Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic & Clinical Pharmacology 12th ed. Toronto Mc Graw Hill Medical. 2012 Brunton LL, Dandan RH, Knollmann BC. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 13th ed. Toronto Mc Graw Hill Education. 2018 962-965, 1023-37, Dowd FJ, Johnson BS, Mariotti AJ. Pharmacology And Therapeutics For Dentistry 7th ed. Missouri Elsevier. 2017 Troeltzsch M. A Review of Pathogenesis, Diagnosis, Treatment Options, and Dierential Diagnosis of Odontogenic Infections A Rather Mundane Pathology. Quentessence International General Dentistry. 2015; 46 351-361. 15. Weinberg M, Froum SJ. Buku Panduan Kedokteran Gigi Obat dan Pemberian resep The Dentist’s Drug and Prescription Guide. Lilian J penerjemah, Melanie S penyunting, penerjemah. Jakarta EGC. 2018 58-79, 160-185, 279. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this antibiotik yang tidak rasional dapat meningkatkan angka resistensi antibiotik, morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif pada pasien pneumonia di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini dilakukan secara kohort prospektif pada pasien pneumonia yang menjalani rawat inap di RSUD dr. Soetomo selama 4 bulan dan dievaluasi denga metode Gyssens. Data diambil dari rekam medik pasien berupa nomer rekam medik, nama pasien, usia, berat badan, diagnosis, data klinik, data laboratorium, terapi, dosis, rute pemberian dan interval terapi. Dari hasil penelitian diperoleh 47 pasien pneumonia, termasuk pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial dan bronkopneumonia. Pasien berusia mulai dari 0-24 bulan 21%; 2-12 tahun 4%; 13-59 tahun 49% dan >59 tahun 26%. Lima besar antibiotik yang digunakan adalah seftazidim 20%, levofloksasin 18% dan seftriakson 14%. Dalam peneitian ini menunjukkan 3 pasien 6% kategori IVA alternatif lebih efektif; 3 6% pasien kategori IIIA pemerian terlalu lama dan 1 pasien 2% kategori IIA dosis tidak tepat. Apoteker berperan dalam evaluasi antiiotika untuk meningkatkan kualitas hidup is a major cause of mortality and morbidity worldwide . Patients with stroke are susceptible to medical complications, especially infections. This study aim to evaluate antibiotic by stroke in patients hospitalized in RSUD Koja KJS and BPJS period with Gyssens methods . The study design i s a retrospective cross-sectional . The sample is consisted of 112 medical records from KJS period July 2013-December 2013 and 74 medical records from BPJS period January 2014-June 2014 taken by total sampling . The use of antibiotic were analyzed using Chi Square and logistic regression multivariate. The percentage of antibiotic use was 23,11%, mostly were ceftriaxon 33,3%, ceftizozim 7,6% and amoxicillin – clavulanic acid 7,6%. Length of stay more than 7 days was 77,96% . The most common route of antibiotic administration was parenteral 68,67% . Patients that were given antibiotics were,among others,diagnosal by bronchopneumonia 29,33% , pulmonary tuberculosis and 17,6% and urinary tract infection 8,7% . The clinical outcome showed that 69,3% of 186 patients were recovered after antibiotic were given to treat their infections . Gyssen evaluation method showed that rational antibiotic used on KJS period was 77,4% and BPJS periods was 81,3%. There were correlations between rational use at antibiotic and the route of administration, between clinical outcome anduse at diagnosis and route of administration. The conclusion of this study according to Gyssen method is the rational antibiotic influence the clinical outcome p alpha Hal ini menunjukkan H0 diterima atau tidak adanya hubungan rasionalitas dengan lama hari sembuh. Penggunaan rasional atau tidaknya tidak ada hubungannya dengan seorang pasien lebih cepat atau lebih lama dalam penyembuhan. Kata kunci Penggunaan antibiotika; sepsis neonatal; metoda GyssensLusi IndrianiOktaviana ZunnitaPneumonia adalah penyakit peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur. Penyakit infeksi menular ini menjadi salah satu penyebab utama kematian pada balita di dunia. Pengobatan pneumonia dengan terapi antibiotika yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan. Penelitian ini bertujuan menilai rasionalitas penggunaan antibiotika pada balita penderita pneumonia di Puskesmas Bogor Utara periode Januari-Desember tahun 2016. Penilaian dilakukan berdasarkan metode Gyssens dengan melihat ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan jangka waktu penggunaan, dan ketepatan dosis antibiotika. Hasil penilaian rasionalitas dengan metode Gyssens pada kategori V tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan antibiotika adalah 0%, kategori IVa tidak rasional karena ada antibiotika lain yang lebih efektif adalah 0%, kategori IVd tidak rasional karena ada antibiotika lain yang spektrumnya lebih sempit 0%, kategori IIIa tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu lama 0%, kategori IIIb tidak rasional karena pemberian antibiotika terlalu singkat 9,6%, katogeri IIa tidak rasional karena dosis tidak tepat sebanyak 43,8%, serta kategori 0 penggunaan antibiotika tepat/rasional sebanyak 46,6%. Dari semua kategori yang dinilai dapat disimpulkan bahwa di Puskesmas Bogor Utara, pemilihan antibiotika untuk pneumonia sudah rasional kecuali untuk kategori dosis dan lama atau jangka waktu pemberian yang tidak tepat/ dalam Dunia Kedokteran GigiH N SuardiSuardi HN. Antibiotika dalam Dunia Kedokteran Gigi. Cakradonya Dent J. 2014; 6 2 Penggunaan Antibiotik pada Pasien Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di BandungS A SumiwiSumiwi SA. Kualitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 2014; 3 4 G KatzungS B MastersA J TrevorKatzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic & Clinical Pharmacology 12 th ed. Toronto Mc Graw Hill Medical. 2012 & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 13 th ed. Toronto Mc Graw Hill EducationL L BruntonR H DandanB C KnollmannBrunton LL, Dandan RH, Knollmann BC. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 13 th ed. Toronto Mc Graw Hill Education. 2018 962-965, 1023-37, dan Pemberian resep The Dentist's Drug and Prescription Guide. Lilian J penerjemah, Melanie S penyunting, penerjemahM WeinbergS J FroumGigi Buku Panduan KedokteranWeinberg M, Froum SJ. Buku Panduan Kedokteran Gigi Obat dan Pemberian resep The Dentist's Drug and Prescription Guide. Lilian J penerjemah, Melanie S penyunting, penerjemah. Jakarta EGC. 2018 58-79, 160-185, 279.
TRIBUNNEWSCOM, JAKARTA - Untuk mengendalikan penyakit yang telah menginfeksi lebih dari 23 juta orang di seluruh dunia, berbagai perusahaan berlomba membuat vaksin dan obat Covid-19. Salah satu
NVMahasiswa/Alumni Universitas Indonesia11 Februari 2022 0721Hallo Yhona kakak bantu jawab ya Jawabannya adalah D. Antibiotik merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Penisilin dihasilkan oleh jamur ˜—˜¦˜¯˜ª˜¤˜ª˜˜˜ª˜¶˜ ˜¯˜°˜µ˜¢˜µ˜¶˜. Penisilin merupakan antibiotik pertama yang ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1928, dan kemudian dikembangkan oleh Harold Florey pada tahun 1938. Penisilin telah diproduksi dan dipasarkan pada tahun 1944. Semoga membantu akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan!
23 Manfaat Biokimia. 1. Dalam bidang pertanian & kedokteran. Pada dasarya penerapan biokimia banyak terdapat dalam bidang pertanian, Peng-gunaan pestisida di bidang pertanian telah kita kenal lama. Pada umumnya pestisida bekerja dengan jalan menghambat enzim yang bekerja pada hama atau organisme ter-tentu.
Hal ini patut menjadi perhatian, sebab dampaknya dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun asal negaranya. Salah satu langkah pencegahan resistensi bakteri yakni dengan mengetahui penyebabnya. Berikut dua hal yang membuat Anda lebih berisiko mengalami kondisi ini. 1. Mutasi bakteri secara alami Bakteri mudah mengalami mutasi alias perubahan pada DNA-nya. Ini merupakan bagian dari evolusi alami yang memungkinkan bakteri untuk terus menyesuaikan susunan genetiknya. Saat satu bakteri menjadi resisten secara alami terhadap antibiotik, bakteri tersebut akan tetap bertahan saat jenis bakteri yang lainnya terbunuh. Bakteri yang tetap bertahan ini kemungkinan akan menyebar dan menjadi dominan sehingga dapat menyebabkan infeksi. Selain itu, bakteri merupakan mikroba yang mudah berpindah-pindah. Hal ini membuat bakteri mudah bersentuhan dan meneruskan gen mutasi kepada bakteri lain. 2. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat Penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan antibiotik memungkinkan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Setiap kali Anda minum antibiotik, bakteri sensitif bakteri yang masih bisa dilawan antibiotik akan terbunuh. Namun, bakteri yang resisten akan terus tumbuh dan berkembang biak. Obat antibiotik tidak efektif melawan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, misalnya flu, sakit tenggorokan, bronkitis, serta infeksi sinus dan telinga. Jadi, jika Anda minum antibiotik padahal tidak sedang diserang infeksi bakteri, kemungkinan terjadinya resistensi bakteri pun meningkat. Itulah sebabnya, penggunaan antibiotik yang tepat merupakan salah satu kunci dalam mengendalikan penyebaran resistensi. Proses bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik Bakteri bisa menjadi resisten terhadap antibiotik melalui beberapa cara. Beberapa bakteri dapat menetralkan obat antibiotik yang tengah digunakan. Sementara itu, bakteri lain dapat mengubah struktur luarnya sehingga antibiotik tidak bisa menempel pada bakteri tersebut untuk membunuhnya. Terkadang, sisa-sisa bakteri masih bertahan hidup ketika terkena antibiotik. Bakteri tersebut dapat melipatgandakan diri dan menggantikan semua bakteri yang terbunuh. Pada akhirnya, antibiotik tersebut tidak membantu mengatasi penyakit, sebab jenis bakteri yang kebal terhadap obat akan terus berkembang dan menginfeksi tubuh. Cara menghindari resistensi bakteri Berdasarkan penjelasan di atas, tentu salah satu cara utama untuk menghindari munculnya bakteri yang resisten yakni dengan mengonsumsi antibiotik sesuai aturannya. Adapun, berikut beberapa aturan minum obat antibiotik yang perlu Anda perhatikan. Minum obat antibiotik sesuai resep dokter dan jangan melewatkan dosisnya. Hanya menggunakan antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan infeksi bakteri, bukan infeksi jamur maupun virus. Hindari menyimpan antibiotik untuk diminum bila jatuh sakit pada kemudian hari. Jangan minum antibiotik yang diresepkan untuk orang lain. Selain itu, Anda juga perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, rajin mencuci tangan, serta mengikuti vaksinasi untuk melindungi diri dari penyakit infeksi. Penting juga untuk menerapkan gaya hidup sehat, termasuk dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, rutin olahraga, dan istirahat yang cukup.
Aktinomisetesmerupakan salah satu jenis bakteri tanah yang mempunyai spora yang bersifat tahan terhadap panas, kering, dan bahan-bahan kimia. Tanah, Actinomycetes merupakan komponen penting dari populasi mikroba disebagian besar tanah. Isolat Actinomycetes memiliki kisaran pertumbuhan dari pH 5,0-9,0 dan pH optimum sekitar 7,0 JAKARTA - Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Hindra Irawan Satari, SpAK, MTropPaed, mengatakan, antibiotik termasuk salah satu penemuan penting dalam dunia medis yang bisa menyelamatkan nyawa manusia. Namun, pemakaiannya wajib sesuai indikasi dan aturan. "Antibiotik penemuan penting dalam dunia kesehatan karena bila digunakan atas indikasi bisa menyelamatkan nyawa," kata Ketua Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia PERDALIN itu dalam virtual media briefing terkait resistensi antimikroba, Kamis 7/10. Di Amerika Serikat, misalnya, antibiotik berperan melindungi nyawa sekitar orang setiap hari dan meningkatkan kemungkinan hidup 5-10 tahun pada bayi baru lahir yang terkena infeksi bakteri. Antibiotik saat ini dimanfaatkan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri seperti demam tifoid atau tipes yang disebabkan bakteri Salmonella typhii. Kemudian, diferi akibat infeksi Corynebacterium diphteriae yang menyerang selaput lendir pada hidung tenggorokan, tetanus akibat infeksi bakteri Clostridium tetani hingga infeksi saluran kemih. "Tifoid obatnya tidak ada lagi selain antibiotik, difteri tidak ada obatnya selain antibiotik, juga tetanus, pertusis, radang selaput otak akibat bakteri, infeksi saluran kencing," tutur Hindra. Dia mengingatkan orang-orang, termasuk tenaga kesehatan, untuk bijaksana memanfaatkan antibiotik, salah satunya memastikan peruntukkan yang tepat demi menghindari resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik lebih sulit ditangani sehingga memunculkan masalah lain, yakni kesakitan bertambah, risiko kematian pasien meningkat, rawat inap yang lebih panjang di rumah sakit dan biaya perawatan bisa menjadi berlipat ganda. Organisasi Kesehatan Dunia WHO pada tahun 2020 menyatakan, masyarakat dunia saat ini sangat perlu mengubah cara mereka meresepkan dan menggunakan antibiotik, termasuk mengurangi penyebaran infeksi melalui vaksinasi, mencuci tangan, mempraktikkan kebersihan makanan yang baik. WHO mencatat, resistensi antibiotik meningkat ke tingkat yang sangat tinggi di semua bagian dunia. Mekanisme resistensi baru muncul dan menyebar secara global dan mengancam kemampuan untuk mengobati penyakit menular umum. Akibatnya, daftar infeksi terus bertambah seperti pneumonia, TBC, dan penyakit akibat makanan menjadi lebih sulit, dan terkadang tidak mungkin untuk diobati karena antibiotik menjadi kurang efektif atau tidak responsif terhadap pengobatan yang saat ini tersedia. sumber Antara
Metalurgi Kimia juga berperan dalam bidang metalurgi, yaitu salah satu bidang ilmu dan teknik bahan yang mengkaji tentang sifat fisika dan kimia dari unsur-unsur logam, senyawa-senyawa antarlogam, dan paduan-paduan logam yang dnamakan aloi atau lakur. Logam seperti emas, perak, tembaga, besi, aluminium, seng dan sejumlah besar paduan digunakan
Beberapaantibiotik termasuk tetrasiklin, yang biasanya digunakan untuk mengobati jerawat, infeksi pernapasan, dan kondisi lainnya. Maka fungsi antibiotik ini adalah menghambat sintesis protein. Antibiotik ini membantu mencegah molekul ribosom mensintesis protein. Jika tanpa protein, bakteri tidak dapat melakukan fungsi vital, termasuk